0
Language
Currency

Menyerap Keindahan & Spiritual Bromo

travelingyuk.com

 

Bromo salah satu tempat wisata yang membuat saya ingin datang berulang. Setidaknya sudah empat kali saya menjelajahi Bromo. Ada tiga jalur yang saya telusuri, Surabaya-Probolinggo-Bromo dan Malang – Jemplang – Ngadas – Bromo, dan Malang – Lumajang – Argosari – Bromo.

Bosan? Belum tuh. Kalau ada kesempatan saya mau jalan ke sana lagi. Pemandangan dan udaranya itu, sangat mewah buat saya yang tinggal di belantara ibu kota. Belum lagi rasa sesapan kopi di udara dingin. Bromo seperti areal spiritual yang bisa mengisi ulang baterai kehidupan. Menyegarkan kembali kelelahan.


Surabaya-Probolinggo-Bromo

Kali pertama

(Pananjakan 1 – Kawah Bromo – Lautan Pasir -Savana Teletubbies)


Kali pertama dan kedua, saya datang lewat jalur ini. Keduanya datang bersama dua orang teman berbeda. Dan kedua peristiwa itu sama-sama membekas dalam kenangan.

Gardu Pandang Pananjakan 1 menjadi tujuan utama kedatangan pertama ke Bromo. Karena waktu hanya akhir pekan, dari Jakarta kami berangkat Sabtu pagi menggunakan pesawat udara.


Di bandara Surabaya, mobil sewaan yang sudah dibantu pesan oleh seorang teman, sudah menanti. Hari sudah menjelang siang, jadi kami mampir makan rujak cingur, kemudian langsung meluncur menuju Bromo.

Sepanjang perjalanan suguhan pemandangan pedesaan, sungai, sawah jadi objek latar yang menggoda. Untungnya, kami mendapat driver yang sabar atau mungkin sudah terbiasa.

Sore menjelang maghrib kami tiba di penginapan yang sudah dipesan secara online. Di situ kami mengurus pesanan paket jeep untuk empat lokasi, Pananjakan 1, Kawah Bromo, Lautan pasir, dan Padang Savana Teletubbies. Harga paket saat itu Rp650.000.

Sore itu, kami habiskan waktu dengan berjalan-jalan santai, membeli syal, kaos kaki, dan kupluk. Kemudian makan malam di hotel, berbincang sembari menyesap kopi, dan akhirnya tidur.

Pananjakan 1

Kami bangun sebelum pukul 3 dini hari dan menggigil kedinginan. Mengikuti saran orangtua zaman dulu. kami memaksakan diri bergantian mandi. Dan nyatanya rasa dingin memang jauh berkurang. Setelah mendapat bekal makanan (sarapan) yang disiapkan hotel, kami berangkat dengan semangat 45.

Di titik awal pendakian Pananjakan 1. sempat bimbang apakah akan naik kuda kemudian disambung jalan kaki, atau murni jalan kaki. Pilihan kedua yang diambil. Hey sudah pasti napas memburu. Istirahat beberapa kali, bahkan sempat membeli kopi di pedagang keliling yang ada di jalur setapak.



Dan akhirnya, kami berhasil mencapai gardu pandang. Lelah terbayar sudah. Kami menunggu sembari duduk lesehan dan menyesap kopi. Udara menusuk, dan saya memutuskan melapisi kaki dengan kantong plastik sebelum memakai kembali sepatu.



Saat matahari mulai mengintip, duhai…duhai… mendadak saya ingin menjadi pujangga. Warna keemasan merambat menuruni puncak Bromo berlatar beberapa gunung lainnya. Pengunjung langsung berlomba mengabadikan dan berfoto-ria.


Kawah Bromo

Setelah puas, kami kembali ke jeep yang akan membawa kami ke jalur pendakian kawah Bromo. Di tempat parkir saya memandang takjub lautan pasir. Kami memutuskan menyewa kuda mengarungi lautan pasir sampai titik tertentu sebelum mendaki tangga menuju tempat terakhir yang diperbolehkan untuk melihat kawah.




               

Hari itu full olahraga. Napas kami jelas memburu. Di beberapa titik rute pendakian ada penjual bunga edelweis yang sebagian sudah diberi warna. Saya tidak tahu apakah bunga edelweis di Bromo bebas dipetik atau tidak. Tapi yang jelas, itu menjadi salah satu buah tangan yang banyak dibeli wisatawan.

Pasir Berbisik & Padang Savana

Dari kawah Bromo, perjalanan dilanjutkan ke Pasir Berbisik dan Padang Savana Bukit Teletubbies. Keduanya memesona.


Foto: Dinas Pemuda, Olahraga, Pariwisata dan Kebudayaan kabupaten Probolinggo

Padang savana saat itu begitu hijau bak permadani. Memotret dan berfoto dengan berbagai pose langsung terjadi. Bahkan menurut saya yang memotret pun tidak kalah bergaya. Di lautan pasir kami juga terpana. Rasanya berada di negara lain. Sepanjang mata memandang benar-benar lautan pasir bergelombang.


Kali Kedua

(Cemoro Lawang – Penanjakan 2 atau Seruni Point – Padang Savana)


Kali kedua datang ke Bromo, saya masih memilih jalur yang sama via Surabaya-Probolinggo. Perjalanan berlangsung santai. Menginap satu malam di Probolinggo karena megikuti aktivitas arung jeram di Sungai Pekalen, dan satu malam lagi di Jiwa Jawa Resort Bromo.

Dalam perjalanan menuju Bromo, kami mampir ke Rawon Nguling, menikmati makan siang istimewa di kedai yang sudah mulai berjualan sejak 1942 itu.


                                           


Setelah perut terisi, perjalanan dilanjutkan ke Jiwa Jawa. Resort itu memiliki fasilitas dan pemandangan cantik. Salah satu area resort menjadi lokasi penyelenggaraan Bromo Jazz Festival. Pemiliknya mantan banker yang menekuni dunia fotografi dan pecinta Bromo itu, memang dikenal sebagai penggagas Bromo Jazz Festival.


Cemoro Lawang

Setelah menyesap secangkir kopi, kami memutuskan berjalan kaki ke Cemoro Lawang. Lokasi jalan setapaknya tidak terlalu jauh dari resort. Sepanjang perjalanan perkebunan sayur, hijau dan cantik. Kabut samar-samar mulai terasa.


                                                         


Kami berhenti ketika puncak Bromo dan lautan pasirnya sudah terlihat jelas. Menunggu matahari terbenam, menikmati malam yang dihiasi semburat warna oranye. Lama terpana, sampai kabut benar-benar turun, baru kami memutuskan kembali ke hotel, menapaki jalan setapak dengan senter dari telepon genggam.


Seruni Point

Dari parkir jeep, kami memutuskan menyewa kuda sampai titik yang tak bisa dilalui yang mengharuskan pengunjung berjalan kaki mendaki. Napas jelas terengah-engah.



Namun, begitu sampai ke lapangan kecil gardu pandang, tak ada lagi kata yang bisa diungkapkan selain indah! Warna keemasan matahari terbit di puncak Bromo dan bayangan beberapa gunung lainnya dari gardu pandang Pananjakan 2 atau dikenal dengan nama lain Seruni Point sungguh memesona.



Saat matahari terbit sempurna, perjalanan turun ke tempat parkir kembali membuat terpana. Kabut putih turun menutupi sebagian pepohonan. Hilang semua lelah.


Padang Savana

Padang savana masih tetap indah, meski kali kedua kedatangan bertepatan dengan musim panas yang membuat warna rumput kecoklatan. Bedanya dengan kunjungan pertama, di padang savana ada warung tenda tempat wisatawan minum kopi dan menikmati gorengan.





Sederhana tapi sungguh nikmat. Hanya saja di kali kedua ini suasananya jauh berbeda. Sudah terlalu banyak sentuhan wisatawan dan sedikit kacau. Mudah-mudahan Covid-19 bisa membawa hikmah. Alam bisa rehat dan memulihkan diri setelah banyak tersentuh manusia.


Malang – Jemplang – Ngadas – Bromo

Kali Ketiga

(Desa Ngadas)


Untuk kali ketiga, tidak banyak yang bisa diceritakan, karena sesungguhnya ini perjalanan tambahan saat saya menjelajah Malang Selatan.



Di jalur ketiga ini, saya tidak sampai ke Bromo, lebih banyak bercengkrama dengan penduduk di Desa Ngadas, dan menikmati Bromo dari ketinggian yang lokasinya tak jauh dari persimpangan jalan pendakian menuju Ranu Pane, Semeru.


Malang – Lumajang – Argosari

Kali Keempat

(Puncak B-29 – Desa Argosari)


Kali keempat saya pergi beramai-ramai dengan beberapa rekan seprofesi. Setelah menjelajahi Kota Malang, tiba saatnya mewujudkan tujuan utama menuju Puncak B-29. Kami menyewa beberapa kendaraan dan pergi beriring.


Beberapa titik jalanan menuju titik pendakian ke-B-29 belum terlalu bagus. Namun, pemandangan yang tersaji sungguh indah dan hijau.

Puncak B-29 bisa dikatakan sebagai medan yang paling ringan dibandingkan dengan Pananjakan 1 dan Seruni Point. Tidak terlalu mendaki dan tidak terlalu jauh. Di bagian bawah pendakian ada beberapa warung kopi yang jadi tempat istirahat dan mengisi perut.

Seperti halnya gardu pandang lain, Puncak B-29 menawarkan pemandangan indah Bromo dari sisi berbeda. Namun buat saya, yang paling menarik adalah aktivitas camping. Areal di sekitar B-29 ideal untuk membuka tenda, menikmati alam di pagi dan malam hari.



Rasanya sangat cantik melihat tenda warna-warni berdiri di savana hijau dengan latar berbagai bayangan pegunungan. Pagi dan malam hari adalah saat istimewa. Menyaksikan kabut menghilang dan sembulan matahari atau menikmati hilangnya cahaya sore, berganti dengan bintang-bintang.


Hanya sekitar 1 km dari Puncak B-29, wisatawan bisa menemukan Puncak B-30. Tempat ini bisa jadi alternatif untuk menikmati Bromo dari sisi berbeda. ***

sumber: https://travelstory.id/menyesap-keindahan-spiritual-bromo/